Cahaya masuk lewat jendela berkaca bening, menambah cerah di wajah cantik Aira yang sedang khusyuk membacakan puisi karyanya di depan kelas. Suaranya yang lantang lalu lembut membuat siapa saja yang mendengar ikut terhanyut tak terkecuali Abas, sang ketua kelas yang populer.
Sekiranya bukan karena hal itu, tentu aku tidak akan berada di sini. Sungguh aku tidak layak untuk menampakkan diri di hadapannya baik dulu maupun sekarang.
Aku menatap papan nama yang tergantung di depan pintu. Kubaca tiga nama dosen yang menempati ruangan di depanku saat ini dan salah satu dari tiga nama itu adalah namanya. Sebuah nama yang tidak mudah untuk terlupa.
Sebuah pesan wa baru saja masuk di hape putih Tira. Ia sedikit terkejut membaca isi pesan seorang sahabat di jaman kuliah. Memang, meski sudah tak bertemu sekian lama, mereka tetap saling berkomunikasi untuk mengabari hal-hal penting seperti kabar pernikahan dan kelahiran anak sang sahabat. Sementara Tira akan banyak bercerita tentang proses ta’arufnya yang selalu gagal 😀
Tira menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Ia baru saja membaca komentar-komentar lawasnya di salah satu akun sosial media miliknya. Ia tidak menyangka dulu ia ‘separah’ itu. Ya, dulu ia pernah punya cerita dengan tiga laki-laki berbeda dalam waktu yang berbeda pula ketika ia belum benar-benar hijrah dan menjadi akhwat sejati.
Wanita itu tampak memungut dua gelas air mineral kosong yang berserakan di jalan. Dibuangnya gelas-gelas plastik itu di tempat sampah yang terletak tidak jauh dari tempat ia memarkir sepeda motornya. Ia baru saja keluar dari sebuah gedung perkantoran yang baru saja diresmikan sebagai kantor salah satu penerbit besar di Jakarta. Alif yang sejak awal memperhatikan wanita itu tampak terkesima.
Cerita Islami 