Cerita Islami – Ini Cinta Bagian 17

Ini Cinta

Kina berjalan mendekati tempat duduknya semula. Dari jarak yang tidak jauh ia melihat seorang wanita sedang mengobrol dengan suaminya. Wanita itu tampak seksi dengan baju kaos tanpa lengan dipadukan dengan celana jins panjang dan ketat. Ketika ia semakin dekat, wanita itu terlihat menjauh dari Alif dan pergi dari sana.

“Kok lama? Di toilet lagi antri?” tanya Alif sambil menatap Kina dengan penuh sayang. Hari ini mereka berdua akan kembali ke Jakarta setelah menghabiskan masa liburan pengantin baru selama 3 hari di Sulawesi dan 2 hari di Jogja.

“Iya…” jawab Kina pendek. “Yang tadi siapa?” lanjutnya dengan ekspresi datar sambil kembali duduk di samping Alif. Suasana bandara Adi Sucipto siang ini ramai seperti biasanya.

“Oh itu, wisatawan dari Thailand. Dia mau belanja beberapa oleh-oleh khas Jogja tapi bingung apa aja. Makanya dia nanya-nanya dulu sebelum belanja.” jelas Alif sambil mengambil potongan benang yang tertempel di jilbab isterinya.

“Hem…” lagi-lagi Kina menimpali dengan pendek. Ia tersenyum atas sikap Alif yang begitu perhatian, sampai hal sekecil benang pun tak luput dari pengawasannya.

“Kenapa? Kalau kamu nggak suka, mulai sekarang mas-mu ini nggak akan bicara dengan wanita asing, hem…?” Alif menatap Kina. Ia mencari-cari ekpresi kurang senang di wajah wanitanya kini.

“Bukan nggak suka, tapi nggak boleh lama-lama!” Kina balas menatap Alif langsung ke mata laki-laki itu. Ia ingin tahu di balik bola mata itu benarkah ada cinta.

“Okey tuan putri…” Alif menepuk-nepuk telapak tangan isterinya gemas. Kina tidak menolak apalagi menghindar. Hari ini kebahagiaannya bertambah karena di mata itu ia mendapati betapa besar cinta untuknya.

Sejak hari pertama pernikahan mereka sampai dengan hari ini, hubungan mereka mulai berkembang meski masih sebatas sentuhan-sentuhan kecil. Alif menggenggam tangan Kina pertama kali ketika mereka baru saja tiba di rumah orang tua Alif. Saat itu seperti biasa, Kina mandi pagi-pagi sekali. Ia tidak tahu air di Kaliurang begitu dingin. Keluar dari kamar mandi Kina sedikit menggigil. Melihat itu, Alif serta-merta mendekatinya dan langsung menggenggam tangan Kina. Alif menggosok telapak tangan isterinya dengan lembut agar terasa hangat.

“Mau main tebak-tebakan?” Kina balas menepuk telapak tangan suaminya sembari tersenyum manis.

“Boleh. Tebak-tebakan apa?” seru Alif merasa tertantang.

“Coba lihat dua orang yang di sana. Mari kita tebak apa hubungan mereka. Apakah mereka sepasang suami isteri, ayah dan anak, kakak-adik, teman biasa, rekan kerja, orang asing, atau teman selingkuh, hehehe…” Kina menatap seorang pria dan seorang wanita yang duduk tidak jauh dari mereka.

“Waktu menganalisa berapa lama?” Alif semakin tertantang. Ternyata tebak-tebakan isterinya sungguh anti mainstream. Tadinya Alif mengira mereka akan main tebak-tebakan; buah, buah apa… dan sejenisnya.

“Em 5 menit…” kata Kina bersemangat.

“Okey. Kita mulai dari sekarang.” Alif tak kalah semangat. Mereka sama-sama diam sambil memperhatikan tingkah dua orang yang kini menjadi objek ‘penelitian’ mereka. Sesekali Alif dan Kina terlihat mengangguk-angguk kecil. Sesekali mereka terlihat mengerutkan kening tanda sedang berfikir.

“Cukup. Waktu sudah habis.” Kina melirik jam tangannya.

“Jadi, siapa yang akan lebih dulu presentasi?” Alif terlihat begitu serius.

“Silakan Pak Alif lebih dulu,  hehehe…” Kina mempersilahkan suaminya.

“Menurut analisa saya selama 5 menit, keduanya adalah rekan kerja. Terlihat dari tas yang mereka pakai. Tas mereka kembar. Ada logo yang sama di sana, bisa jadi itu adalah logo perusahaan atau logo seminar yang mungkin baru mereka ikuti bersama. Interaksi mereka biasa saja, tidak memperlihatkan sebuah hubungan spesial, baik hubungan suami isteri maupun selingkuhan hehehe…” Alif memberikan penilaiannya.

“Hem, bisa jadi. Tapi menurutku mereka adalah sepasang suami isteri yang bekerja di sebuah perusahaan yang sama. Wanita itu sudah menikah terlihat dari cincin yang ia kenakan. Sementara untuk mengetahui bahwa laki-laki itu adalah suaminya terlihat dari sikap si laki-laki yang biasa saja tapi tetap memberikan perhatian-perhatian kecil seperti ketika si wanita batuk, si laki-laki memberikan botol minuman dari dalam tasnya yang isinya sudah tandas setengah. Itu artinya botol itu bekas si laki-laki dan si wanita tidak menolak untuk meminumnya. Biasanya jika tidak memiliki hubungan yang dekat, seseorang tidak mau saling berbagi minuman dari botol yang sama.” Kina menjelaskan.

“Hem, tapi bagaimana kalau ternyata mereka adalah sahabat, teman dekat, atau bahkan teman selingkuh?” tanya Alif penasaran.

“Menurutku bukan. Karena jika mereka selingkuh, harusnya mereka terlihat lebih mesra. Si laki-laki akan terlihat lebih agresif karena ia dan si wanita tidak bisa sering bertemu. Si laki-laki akan terlihat lebih bergairah karena di wanita itu ada sesuatu yang menurut si laki-laki tidak dimiliki oleh isterinya, sehingga ingin ia nikmati lama-lama.” jelas Kina lagi.

“Tapi bagaiman kalau mereka ternyata adik-kakak, atau ayah dan anak?” tanya Alif penasaran.

“Mereka tidak mirip seperti saudara. Dari wajah, mereka tidak seperti ayah dan anak. Mereka lebih seperti pasangan karena terlihat sejawat. Mereka banyak memakai barang-barang couple. Selain tas, sepatu mereka juga sama.” Kina masih kekeh dengan pendapatnya.

“Bagaimana kalau sepatunya juga sponsor perusahaan?” Alif menanggapi.

“Hem, bisa jadi. Tapi ada satu barang couple yang mereka pakai dan aku yakin yang satu ini bukan dari perusahaan.” Kina tersenyum.

“Apa?” Alif semakin tertarik dengan analisa isterinya.

“Hem, gantungan hape mereka.” Kina melanjutkan.

“Gantungan hape?” Alif mengerutkan kening. Seingatnya ia tidak mendapati sekalipun si laki-laki memainkan hapenya. Hanya si wanita yang sesekali melihat hape dan memang ada gantungan berwarna silver yang tergantung di sana.

“Iya. Gantungan hape mereka khusus dibuat untuk sepasang suami isteri.” Kina tersenyum lebar.

“Tahu dari mana?” Alif semakin terheran-heran.

“Tahu dari …,” Kina menggantung kata-katanya sambil mencari-cari sesuatu di dalam tasnya. “Ini…!!!” Kina tersenyum sembari menunjukkan sebuah gelang silver dengan ukiran cantik bertuliskan A & K,  lalu di bawahnya terukir kecil tanggal pernikahan mereka.

“Ini?” Alif terkejut sekaligus bahagia mendapat kejutan dari isterinya. Seseorang yang ia tahu begitu dingin ternyata juga punya sisi romantis.

“Ini untuk Mas…” Kina tersenyum sambil menarik tangan kanan Alif kemudian pelan-pelan memakaikan gelang perak itu. Kina kemudian memperlihatkan gelang yang sama yang sejak tadi tersembunyi di balik lengan bajunya. Sekitar sebulan sebelum pernikahan mereka, diam-diam Kina meminta tolong pada Putri untuk memesankannya sepasang gelang di salah satu pengrajin Kota Gede, sebuah tempat di Jogja yang terkenal dengan kerajinan peraknya.

“Makasih ya sayang…” Alif menarik tangan isterinya dan menggenggamnya erat-erat. Kina tersipu malu karena ini pertama kalinya ia mendengar Alif memanggilnya dengan kata itu, kata sayang. “Tapi…, Mas belum ngerti, bagaimana kamu yakin kalau mereka sepasang suami isteri hanya dari gantungan hape, hem…?”

Kina tersenyum menatap ke arah dua orang tadi dan berdiri dari duduknya. “Sebentar lagi Mas juga tahu, hehehe…, tunggu ya.” Kina berjalan menghampiri keduanya. Alif memperhatikan dari tempat duduknya ketika kedua orang itu terlihat terkejut sekaligus senang ketika Kina menyapa mereka. Kemarin, Kina tak sengaja bertemu mereka di Kota Gede ketika ia dan Putri mengambil pesanannya. Jika Kina memesan sepasang gelang, maka mereka yang juga pengantin baru memesan gantungan hape sebagai barang cauple mereka.

Kedua orang itu menoleh ke arah Alif sembari mengangguk ketika Kina akan kembali ke kursinya. Alif balas mengangguk sopan dan tentu saja tersenyum seperti biasa.

“Kamu curang!” Alif berbisik pada Kina ketika isterinya itu kembali duduk di sampingnya.

“Hehehe…, tapi analisaku nggak asal. Semuanya aku baca di buku-buku psikology.” Kina menoleh menatap Alif yang terlihat menyipitkan mata sambil menatap tajam, pura-pura marah.

“Tapi tetap saja kamu curang.” Alif tidak mau kompromi.

“Hehehe, okey, okey, aku ngaku salah karena udah nggak fair dalam game tadi.” Kina tertawa melihat tingkah Alif yang lagi-lagi kekanakan.

“Berarti kamu harus menerima hukuman.” Alif tampak serius.

“Okey. What is that?” Kina tersenyum menatap kedua mata Alif.

Kiss. Kau berutang satu untukku…” Alif balas tersenyum dan menatap Kina penuh cinta yang kini tertegun kehilangan kata-kata.

***

Bersambung ke bagian delapanbelas.

> Jangan lupa like, komen, dan share jika suka ya ^^

Tinggalkan komentar